Indonesia
Gamereactor
review serial
What If...?

What If...?

Acara Marvel terbaru ini berikan sebuah cerita alternatif dari MCU, dan apa yang bisa saja terjadi.

Jika kamu mencoba untuk memikirkannya, ide di balik serial animasi Marvel ke MCU, What If...? sangatlah menarik. Tentu saja, ia hadir tanpa konsekuensi, dan tidak mendorong semestanya ke depan dengan cara yang berarti, tetapi ia menawarkan sebuah intipan menarik atas bagaimana cerita individual dari para pahlawan kita bisa berjalan, jika saja kejadian tertentu berjalan sedikit berbeda. Selain itu, idenya itu sendiri menyenangkan, dan bahkan menyentil imajinasimu.

HQ

Premis sentral yang bagus? Cek. Lalu bagaimana dengan acaranya? Pertama-tama, kami akan membeberkan beberapa hal. What If...? akan berisi 10 episode, dan masing-masing adalah sebuah kisah terpisah, mengangkat premis di atas, dan menyajikan sebuah pendekatan alternatif atas bagaimana kejadian di dalam MCU bisa saja terjadi. Semua ini dipandu oleh seorang karakter yang sama sekali baru, sang Watcher yang diisi suaranya oleh Jeffrey Wright. Para Watcher sendiri adalah makhluk intergalaktik yang menarik, dan semoga saja pengenalan ini merupakan awal dari pertemuan kita dengannya, tapi untuk sekarang ia akan mengikuti kita menjelajahi cerita-cerita alternatif ini.

Jadi perubahan seperti apa yang bisa kita harapkan? Kami telah menonton 3 episode pertama dari 10 episode yang ada, dan mereka beragam, mulai dari yang berbeda tipis hingga sangat aneh. Itu artinya Marvel dan sang kreator A.C. Bradley mencoba untuk berbeda dari ekspektasi dan mencoba memberikan kejutan di setiap momen.

Jadi, tanpa menjelaskan lebih dalam ke area spoiler, episode pertama menanyakan sebuah pertanyaan sederhana: "Bagaimana jika Peggy Carter yang disuntikkan dengan super serum Dr. Irskin, dan akhirnya menjadi Captain America?" Sekali lagi, ini adalah sebuah substitusi sederhana dengan perubahan kecil, tetapi sangat memukau ketika dilihat, bagaimana satu perubahan ini menyatu dengan jalan cerita yang sudah kita tahu sebelumnya.

Ini adalah iklan:

Mungkin yang pertama agak aman ya, tapi bagaimana jika para Avengers dibunuh bahkan sebelum mereka menerima undangan inisiatif Avengers, menyebabkan Bumi menjadi kacau? Ada satu episode dengan hal itu, bahkan ada satu di mana Thanos adalah orang baik. Yap.

What If...?What If...?

Sangatlah menghibur untuk melihat hasil dari para penulis yang diberikan kebebasan, lalu diminta untuk mendekorasi semau mereka. Terutama apabila kamu tahu bagaimana "seharusnya" cerita mereka, melihat deviasi kecil, dan bagaimana mereka bergulir bak bola salju dari titik narasi yang sama, adalah sebuah surat cinta bagi para penggemar yang telah mengikuti MCU selama ini.

Tapi tidak semuanya indah. Misalnya di episode pertama, ia harus menyampaikan kembali keseluruhan dari Captain America: The First Avenger. Mulai dari injeksi serum hingga akhir - dalam 30 menit. Hal itu hanya menyisakan sedikit waktu untuk membahas hal lain selain yang inti, dan meskipun tiga episode pertama memang menyentuh emosi, tetapi terasa sedikit terburu-buru. Intensitasnya tinggi, setiap waktu, dan momen-momen tenang hampir selalu diinterupsi, karena kita harus bersegera ke adegan berikutnya.

Ini adalah iklan:

Serial ini tentu akan lebih bagus lagi dengan durasi yang lebih lama, terutama dengan begitu banyak kejadian, pertukaran, adegan laga, dan penyusunan cerita yang harus dilakukan dalam waktu singkat. Coba pikirkan: keseluruhan inti dari acara ini adalah untuk membongkar semua yang kamu tahu, dan membangun kembali hal baru dari balok-balok yang sama. Hal itu membutuhkan perhatian dari penonton, tetapi beberapa bagian dari keseluruhan narasi yang cerdas itu dilukai oleh pengaturan tempo yang tak rata. Meski begitu, What If...? secara keseluruhan dibangun dengan baik. Sebagian besar bintang MCU, mulai dari Samuel L. Jackson hingga mendiang Chadwick Boseman, dari Jeremy Renner ke Karen Gillan, semuanya kembali dengan menyumbangkan suara mereka. Tentu saja, ada beberapa nama yang hilang seperti Robert Downey Jr. dan Chris Evans, tetapi dengan karier mereka di MCU benar-benar selesai, hal itu tidak mengejutkan.

What If...?What If...?

Animasinya juga bagus, berada di antara koreografi berlebihan dan realisme berbobot. Tentu, pilihan menggunakan animasi daripada live-action utamanya adalah untuk menghemat uang dalam sebuah percobaan yang berisiko, tetapi ia berjalan dengan baik, dengan sebagian besar musik latar dari beragam film MCU bisa didengar.

Dan begitulah What If...?, ia memuaskan, menarik secara kreatif, disusun dengan kompeten, dan selain dari durasi yang pendek untuk bisa menggulirkan cerita dengan natural, ia membawa kita ke jalur narasi yang atraktif, dan memaksa kita untuk berkata "bagaimana jika?".

08 Gamereactor Indonesia
8 / 10
overall score
ini adalah skor dari jaringan kami. Bagaimana dengan kamu? Skor jaringan adalah rata-rata dari skor setiap negara

Teks terkait

0
What If...?

What If...?

TEKS SERIES. Ditulis oleh Magnus Groth-Andersen

Acara Marvel terbaru ini berikan sebuah cerita alternatif dari MCU, dan apa yang bisa saja terjadi.



Loading next content