Indonesia
Gamereactor
preview
Doom Eternal

Doom Eternal - Impresi Terakhir

Kami mencoba versi preview dari Doom Eternal untuk terakhir kali dan berbicara dengan dua developer dari id Software.

HQ
HQ

Setelah mencoba Doom Eternal di London awal tahun ini, kami baru-baru ini mendapatkan satu lagi kesempatan untuk mencobanya lagi. Namun, kali ini kami ditemani oleh developer Marty Stratton dan Hugo Martin. Selain itu, kami juga melakukannya di markas id Software di Dallas. Ketika berada di Texas, kami juga melakukan tur keliling studio, di mana kami bisa melihat keindahan patung kayu dari seekor iblis dan melihat koleksi penghargaan yang telah mereka kumpulkan selama berdekade-dekade.

Ketika kami mengelilingi bangunan, kami melihat sebuah ruangan penuh QA tester yang sedang bekerja dan melihat banyak barang koleksi dari game itu berserakan di atas meja-meja. Langsung dari sebuah rapat penting, executive producer Stratton dan creative director Hugo memberitahu kami tentang tantangan dalam membuat trailer perilisan terakhir dengan begitu banyaknya pihak dan ide yang terlibat dalam pembuatannya. Yang terakhir, namun tak kalah penting, kami juga berkesempatan untuk mencoba sebuah level baru dari campaign dan mencoba mode multiplayer baru, Battlemode.

Karena kami telah mendapatkan cukup banyak impresi pada sesi demo kami sebelumnya, kami memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan lebih banyak hal spesifik. Menurut Stratton dan Martin, mereka menggunakan waktu ekstra dari penundaan ini untuk "lebih banyak pemolesan, banyak perbaikan bug." Kami melihat sebelumnya bahwa Doom Eternal terlihat hebat, dan Matty menjelaskan bahwa "ketika pemain melihat sekitar, kami ingin mendorong sebanyak mungkin informasi di pandangan mereka, lalu kami memanggil apa yang tidak ada di pandangan mereka, apakah di kejauhan atau di belakang mereka. Ketika mereka bergerak di dunia, informasi dimasukkan." Lalu ia melanjutkan bahwa mereka "memberikan banyak hal ke wajah pemain" yang menyebabkan "pengalaman berdetail dan berjumlah poly tinggi." Sebuah dorongan performa juga datang dari AI, "Ketika [seorang pemain] mendekati [musuh] dan mereka menjadi bagian dari apa yang bisa kamu lakukan, maka mereka hidup dan mulai berpikir."

Ini adalah iklan:
Doom EternalDoom Eternal

Salah satu elemen lain yang kami nikmati di game-game Doom sebelumnya adalah musiknya. Pada sesi gameplay kami, kami langsung mendengar musik latar yang mirip dengan game pertamanya. Seperti yang dijelaskan oleh Hugo dan Martin, "Kami sangat bangga atas [musik latar Doom 2016 yang memenangkan banyak penghargaan], dan Mick [Gordon] kembali kali ini." Dalam hal bekerja dengan tim audio id, "Kami mengambil beberapa ide baru, beberapa hal baru di sana. [...] Orang-orang berpikir soundtrack Doom sebagai seluruhnya metal, setiap saat, tetapi tidak begitu, bahkan aslinya." Ia berkata bahkan "ada banyak jazz ringan di sana.

Membicarakan contoh yang lebih spesifik, keduanya menjelaskan, "Ketika menulis cerita dan mengembangkan dunia dan semestanya, mengetahui bahwa kami akan kembali ke dunia Sentinel, [kami] benar-benar ingin menyukai nyanyian ini; jadi itulah yang menjadi acuan dari bagian itu. Jadi [kami] menghadirkan sebuah choir heavy metal [dan] mengerjakan suara keren ini bersama-sama. [...] Ia memiliki banyak hal yang disukai orang tentang musik campuran dan sebuah soundtrack Doom, tetapi juga hal-hal yang akan benar-benar mengejutkan [pemain], yang akan meningkatkan ketertarikan mereka tentunya."

Dengan musik yang memberikan pengalaman lebih dalam di Doom Eternal, kami menikmati bermain sebuah level yang belum dipamerkan sebelumnya. Ini membawa kami ke kampung halaman dari ras Sentinel, di mana kami harus melawan para monster di tengah-tengah arsitektur medieval yang terinspirasi dari fantasi. Sebagai pemain yang menyukai permainan jauh dari aksi dalam peran support atau sniper, gameplay Doom Eternal membuat kami kewalahan di bagian-bagian akhir game. Seperti yang kami jelaskan pada preview sebelumnya, terdapat tekanan konstan untuk terus bergerak dan berpindah-pindah antara amunisi, nyawa, kesempatan untuk membunuh musuh, dan memutuskan cara apa untuk membunuh mereka sesuai dengan keperluan bertahan hidupmu.

Ini adalah iklan:
HQ

Ketika kami dibawa ke sebuah lingkungan seperti arena yang diisi berbagai tipe iblis, kami dipaksa untuk menurunkan tingkat kesulitan ke paling rendah: para iblis datang dengan serangan berbeda dan terus menekan pemain setiap saat. Para developer menganalogikan pemain bermain campaign dengan murid bela diri yang beranjak dari sabuk putih ke sabuk hitam. Ketika kamu berhasil mendapatkan sabuk hitam di suatu titik di sepertiga awal game, kamu akan menguasai cukup kemampuan untuk bermain Doom Eternal seperti seharusnya.

Kamu juga akan memerlukan sabuk hitam untuk memainkan multiplayer dari Doom. Game multiplayer 2v1 bernama Battlemode mengadu Slayer tunggal dengan perlengkapan penuh melawan dua lagi sebagai salah satu tipe demon di peta mirip arena yang relatif kecil. Sang Slayer memiliki akses ke semua persenjataan di campaign, sementara dua demon dapat memanggil demon 'minion' atau membuat area penyembuhan atau kerusakan.

Para demon yang bisa dimainkan memiliki kekuatan dan kelemahan yang beragam, mulai dari Mancubus yang seperti tank dengan nyawa tebal dan serangan roket, hingga ke Pain Elemental yang bisa terbang namun lebih ringkih. Setiap demon memiliki minion berbeda yang bisa dipanggil, dengan kustomisasi lebih jauh tergantung dari profil demon yang kamu pilih sebelum pertandingan. Hal ini memungkinkan banyak kombinasi terkait koordinasi permainan bertahan atau menyerang dari pemain demon dan bagi slayer untuk mencari cara untuk melawannya.

Doom Eternal

Menurut Stratton dan Martin, para demon ini bergantung pada strategimu, yang meliputi kekuatan spesial, blocking loot dari sang slayer, dan minion yang bisa kamu panggil, sementara sang slayer kebanyakan bergantung kepada kemampuan menembak FPS mereka. Meski begitu, kami dengan cepat mengetahui bahwa kamu juga sama-sama rentan tanpa strategi ketika bermain sebagai Slayer. Kami dengan rendah hati mengakui bahwa kami tidak berhasil memenangkan satu ronde pun ketika menjadi Slayer. Bagusnya, hal ini tidak membuat kami menyerah, tetapi membuat kami terdorong untuk menggunakan strategi berbeda, mencari tahu demon mana yang harus diprioritaskan dan memutuskan kapan harus maju untuk membunuh. Bermain bersama sebagai duo demon sama menyenangkannya, melihat Slayer berjuang melawan minion kami dan berganti strategi antara menyerang dan bertahan. Ini juga rasanya lebih mudah bagi pemain yang baru mulai.

HQ

Hugo Martin menjelaskan apa yang membedakan Battlemode dari multiplayer di game sebelumnya, "Multiplayer dari Doom 2016 tak terasa cukup layaknya campaign single-player. [Kami mendapati bahwa] kamu harus memiliki variasi dalam tempo, kamu ingin temponya berubah sepanjang permainan. Di Battlemode, hal itu terus berubah. Ketika rekan setimmu mati, kamu harus mulai bersembunyi dari Slayer; ketika Slayer lemah [maka] kamu harus agresif. Tekanannya terus terbangun dan mengalir sepanjang pertandingan dan itulah yang benar-benar penting untuk mendapatkan pengalaman yang menarik."

Peta-peta Battlemode didesain seperti arena gladiator, menghadirkan variasi lingkungan yang menguntungkan bagi karakter-karakter tertentu. Kami sangat setuju dan berhasil mempraktikkan ide ini dan kami merasa Battlemode memiliki banyak potensi. Mungkin ini bukanlah battle royale atau MOBA berikutnya, tetapi merupakan sebuah multiplayer yang dibuat dengan baik, menantang, dan menyenangkan.

HQ

Teks terkait

0
Doom Eternal - Review SwitchScore

Doom Eternal - Review Switch

REVIEW. Ditulis oleh Kieran Harris

Panic Button menunjukkan kepiawaian mereka sekali lagi, membawakan salah satu game shooter terbaik tahun ini ke Nintendo Switch.

0
Doom EternalScore

Doom Eternal

REVIEW. Ditulis oleh Mike Holmes

Setelah sebuah reboot sukses di tahun 2016 silam, id Software kembali hadir dengan FPS sangar lainnya.



Loading next content